KARAWANG |JagatNusantara.co.id|
Walimurid SDN Cengkong IV, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang, menyampaikan kekecewaannya terhadap sikap para guru yang dinilai tidak profesional dalam proses seleksi calon peserta Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN). Masalah semakin memanas karena kepala sekolah sulit dihubungi saat orang tua mencoba menyampaikan keberatan.
Para guru sejatinya merupakan sosok teladan yang membentuk karakter dan masa depan generasi bangsa. Namun, dugaan tindakan tidak adil yang terjadi di SDN Cengkong IV justru mencederai kepercayaan orang tua terhadap lembaga pendidikan.
Seorang wali murid, yang juga orang tua dari siswa kelas 4 SDN Cengkong IV, memaparkan bahwa dirinya kecewa karena merasa ada unsur keberpihakan guru dalam menentukan calon peserta O2SN. Ia menilai para guru sudah sejak awal mengusung salah satu calon tertentu.
Menurutnya, seleksi yang dilakukan hanya sebatas formalitas. Meski ia meminta proses seleksi ulang agar berjalan adil, keputusan akhir tetap dinilai berat sebelah dan tidak sesuai aturan yang telah disampaikan oleh juri dari SDN Cengkong III.
Walimurid tersebut menjelaskan bahwa anaknya merupakan atlet putri usia dini yang memiliki riwayat prestasi. Bahkan pada tahun sebelumnya, guru dan kepala sekolah sempat menjanjikan akan mendorong anaknya mengikuti kejuaraan O2SN 2025.
Namun kenyataannya, tanpa pemberitahuan ataupun konfirmasi, pihak sekolah justru memilih calon lain. Ia mengaku terkejut karena perlakuan sekolah seolah tidak mengenal anaknya dan mengabaikan potensi yang pernah dijanjikan sebelumnya.
Dalam seleksi yang diklaim “adil”, guru menyetujui adanya penilaian ulang. Tetapi proses tersebut ternyata hanya untuk meredam kekecewaan orang tua. Hasil tetap diarahkan pada calon yang sejak awal diunggulkan guru.
Bahkan, ketika juri dari SDN Cengkong III secara jelas menyampaikan aturan bahwa peserta akan didiskualifikasi jika melebihi batas waktu, guru SDN Cengkong IV tetap mengesampingkan aturan tersebut. Calon yang diusung mereka terbukti melebihi waktu yang ditentukan.
Meski melanggar aturan, keputusan tetap digiring untuk memenangkan calon tersebut. Alasannya, gerakannya dianggap “menarik” dan “lebih enak dilihat”. Alasan ini dinilai orang tua sangat tidak profesional dan tidak berdasar.
“Sudah jelas aturannya, tapi mereka sendiri yang melanggarnya. Guru seharusnya menjadi contoh disiplin, bukan justru mengabaikan ketentuan,” tegas wali murid tersebut.
Ia menilai keputusan para guru bukan hanya merugikan anaknya, tetapi juga memberi contoh buruk bagi para siswa. Baginya, sikap seperti ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas pendidikan di sekolah tersebut.
Kekecewaan semakin memuncak ketika ia mencoba mengadukan masalah ini kepada kepala sekolah. Namun, kepala sekolah sulit ditemui dan dinilai jarang berada di sekolah.
Upaya menghubungi kepala sekolah melalui WhatsApp pun tidak mendapatkan respons. Pesan-pesan yang dikirimkan hanya dibaca tanpa ada balasan ataupun klarifikasi.
Salah satu guru menyebut bahwa kepala sekolah saat ini sedang menjalani terapi, namun informasi tersebut tidak disampaikan secara resmi kepada para wali murid.
Gofur, yang merupakan pimpinan salah satu media dan ketua organisasi wartawan di Karawang, turut menyayangkan kejadian ini dan menyatakan siap membawa persoalan tersebut ke ranah yang lebih serius apabila tidak ada penjelasan dari pihak sekolah.