KARAWANG |JagatNusantara.co.id|
Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, meninjau lokasi rencana pembangunan pintu air di Desa Karangligar, Karawang, yang digadang-gadang menjadi solusi permanen atas banjir tahunan yang telah berlangsung hampir dua dekade. Kunjungan ini menandai langkah lanjutan pemerintah dalam upaya mengakhiri persoalan klasik yang terus merugikan masyarakat.
Dalam peninjauannya, Saan menegaskan bahwa banjir di Karangligar terjadi hampir setiap tahun selama lebih dari 20 tahun. Kondisi tersebut, menurut dia, tidak hanya merusak permukiman warga, tetapi juga menghambat aktivitas pertanian yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat desa.
“Ini hampir setiap tahun kena banjir, sudah berlangsung hampir 20 tahun. Areal persawahan terdampak sangat luar biasa,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa upaya pencarian solusi sejatinya telah dimulai sejak tahun sebelumnya. Setelah melalui rangkaian pembahasan bersama BBWS Citarum dan Kementerian PUPR, pemerintah akhirnya memutuskan pembangunan sistem pengendali banjir sebagai langkah utama.
Menurut Saan, banjir yang terjadi di Karangligar merupakan konsekuensi dari posisi desa yang berada di pertemuan dua sungai. Karena itu, pembangunan pengendali banjir dipilih sebagai metode paling efektif. Pekerjaan konstruksi direncanakan dimulai tahun ini dengan harapan masyarakat dapat merasakan manfaatnya mulai tahun depan.
Saan menekankan bahwa penanganan banjir ini merupakan bentuk kolaborasi lintas lembaga antara DPR RI, pemerintah pusat, BBWS Citarum, dan Pemkab Karawang. Tantangan terbesar, menurut dia, terletak pada pembebasan lahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Sementara itu, pembangunan fisik pengendali banjir akan ditangani langsung oleh Kementerian PUPR. Anggaran yang disiapkan untuk tahap awal proyek ini mencapai sekitar Rp100 miliar, khusus untuk pembangunan pintu air dan sistem pompa.
Ia berharap pembangunan tersebut menjadi jawaban atas keresahan warga yang selama bertahun-tahun hidup dalam ketidakpastian setiap musim hujan datang. “Masyarakat harus terbebas dari banjir. Mereka butuh rasa tenang, tidak lagi khawatir hasil kerja keras bertahun-tahun hilang begitu saja,” katanya.
Selain kerugian material, Saan menyoroti dampak banjir terhadap ketahanan pangan nasional. Setiap tahun, sekitar 160 hektare sawah di Karangligar terendam banjir sehingga hasil panen petani menurun drastis. Pola panen yang semula bisa tiga kali dalam setahun, kini hanya tersisa satu kali.
Meski pemerintah bersiap membangun sistem baru, banjir masih terjadi di beberapa titik. Kondisi tersebut membuat warga terbiasa siaga dengan kemungkinan mengungsi setiap kali curah hujan meningkat.
Kepala BBWS Citarum, Marasi Deon Joubert, menyebut Karangligar sebagai kawasan “banjir abadi” akibat kombinasi penurunan muka tanah, berkurangnya kapasitas sungai, dan alih fungsi lahan di hulu. BPBD mencatat penurunan muka tanah mencapai dua meter pada periode 2007–2015.
Selain itu, debit air Sungai Cibeet meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sementara kapasitas alirannya menurun. Alih fungsi lahan di wilayah hulu menambah beban air yang masuk ke kawasan hilir, termasuk Karangligar.
BBWS Citarum menyiapkan serangkaian langkah strategis untuk mereduksi potensi banjir tersebut. Di antaranya pemasangan pintu air dan pompa di dua titik aliran balik Sungai Cibeet, normalisasi saluran pembuang Cidawolong dan Kedung Hurang, serta pembangunan rumah pompa sebagai penguat sistem.
Pembangunan tanggul Sungai Cibeet sepanjang 11,7 kilometer juga masuk dalam perencanaan, dengan estimasi anggaran tambahan sekitar Rp400 miliar. Target operasi pintu air dan pompa ditetapkan pada Juli–Agustus 2026.
Joubert optimistis bahwa rangkaian sistem ini mampu mereduksi banjir yang selama 20 tahun menghantui Karangligar. Luas genangan yang sebelumnya mencapai 160 hektare diproyeksikan dapat menyusut menjadi hanya beberapa hektare. Ia juga mengapresiasi langkah Pemkab Karawang yang mulai memproses pembebasan lahan untuk mempercepat pelaksanaan proyek.