Rumah Nyaris Roboh, Abah Enang di Rengasdengklok Menanti Perhatian Pemerintah

KARAWANG |JagatNusantara.co.id|
Hidup dalam kesunyian dan keterbatasan, Abah Enang Sukirman, warga Bojong Tugu 2, Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, kini menanti uluran tangan pemerintah. Di usia senjanya, ia tinggal seorang diri di rumah yang nyaris roboh dan jauh dari kondisi layak huni.

Rumah yang menjadi tempat berteduh Abah Enang tampak memprihatinkan. Dinding-dindingnya retak, tiang kayu lapuk, dan atap bocor di hampir semua sisi. Setiap kali hujan turun, air merembes masuk ke dalam rumah, membuat lantai becek dan licin.

“Kalau hujan, air masuk dari genteng yang bocor. Saya cuma bisa duduk di pojok, takut rumah ambruk,” kata Abah Enang lirih sambil memandangi rumahnya yang kian rapuh dimakan usia.
Kondisi tersebut menggambarkan wajah kemiskinan yang masih nyata di tengah berbagai program pembangunan. Di saat sebagian warga menikmati fasilitas modern, ada warga lain yang berjuang sekadar untuk memiliki tempat tinggal yang aman.

Ironisnya, Abah Enang mengaku belum pernah menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah desa maupun daerah. Rumahnya juga belum tersentuh program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang menjadi salah satu prioritas dalam penanggulangan kemiskinan daerah.

“Belum pernah ada bantuan apa pun. Kalau makan, kadang dikasih tetangga,” tuturnya pelan, menggambarkan kesulitan hidup yang dijalaninya setiap hari.

Kondisi Abah Enang ini menjadi sorotan warga sekitar. Mereka prihatin sekaligus mempertanyakan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat miskin yang masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.

“Kami berharap dinas terkait mau turun langsung melihat keadaan Abah Enang. Rumahnya sudah tidak layak dihuni, dan bisa roboh kapan saja,” ujar salah satu warga Bojong Tugu 2.

Harapan masyarakat kini tertuju kepada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Kabupaten Karawang serta anggota DPRD Dapil II. Keduanya diharapkan dapat turun langsung ke lapangan, melihat kondisi yang sebenarnya, dan menindaklanjuti dengan langkah konkret.

Program Rutilahu selama ini digadang sebagai solusi bagi masyarakat miskin agar memiliki hunian yang layak. Namun, realisasinya di lapangan masih belum merata. Banyak warga miskin yang justru belum tersentuh oleh program tersebut.

Kondisi Abah Enang menjadi contoh nyata bahwa kebijakan sosial belum sepenuhnya menyentuh mereka yang paling membutuhkan. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa penyaluran program tidak berhenti pada tataran administratif.

Lebih dari sekadar data penerima, program sosial seharusnya hadir sebagai bentuk keadilan sosial yang nyata bagi masyarakat kecil. Mereka yang hidup di pinggiran seperti Abah Enang berhak merasakan hasil pembangunan yang dijanjikan negara.

Kini, warga menanti langkah cepat dari para pemangku kebijakan. Kepedulian terhadap rakyat miskin tidak semestinya menunggu momentum politik atau masa kampanye.

Bagi Abah Enang, harapan hidupnya sederhana — sebuah rumah yang kokoh untuk berlindung di masa tua. Sebuah harapan kecil yang seharusnya tak sulit diwujudkan oleh negara.

(Laporan : Kiki Lesamana)