Perjalanan Panjang Teguh Menuju Depok: Meniti Harapan di Tengah Keterbatasan

KARAWANG |JagatNusantara.co.id|
Dengan langkah gontai, Teguh berjalan menyusuri tepi jalan raya bersama istri dan anaknya. Di tengah terik matahari Karawang, mereka terus melangkah menuju Depok, Jawa Barat, menempuh perjalanan panjang dari kampung halaman di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Saya ingin ke Margonda, Depok. Perjalanan ini saya mulai sejak akhir Agustus,” ucap Teguh dengan suara pelan.

Sudah lebih dari dua bulan, keluarga kecil ini hidup di jalan. Tidak ada kendaraan pribadi, tidak pula tumpangan pasti. Hanya niat kuat dan langkah kaki yang menjadi modal utama.

Teguh bercerita, dirinya berangkat dari Yogyakarta karena ingin mencari pekerjaan di Depok. Ia berharap, di kota itu, ada keluarga yang bersedia membantu membuka jalan baru bagi kehidupannya.

“Saya cuma mau minta pekerjaan ke keluarga di Depok. Dari pihak keluarga istri tidak memberi ongkos, dan dari pihak notaris pun tidak ada respons soal masalah saya,” katanya lirih.

Sebelum memutuskan berangkat, Teguh bekerja serabutan di Wates.

"Apa saja saya kerjakan. Rencananya, dua minggu lagi kami bisa sampai ke Depok,” tambahnya dengan nada penuh harap.

Namun perjalanan panjang itu bukan tanpa ujian. Banyak malam yang harus mereka lalui dengan tidur seadanya, tanpa tempat layak dan tanpa kepastian esok hari.

“Sudah hampir sebulan di jalan. Kami sekeluarga tidur di SPBU atau musala, sekadar untuk mandi dan beristirahat,” tutur Teguh, menatap jalan yang masih panjang di depan mata.

Ia menyebutkan, rute yang mereka tempuh membelah Jawa.

"Kami berangkat dari Kulon Progo lewat Magelang, lalu kemarin sore sampai di Karawang. Paginya kami lanjut jalan lagi. Sekarang kami menuju Depok lewat Cibarusah–Serang,” ucapnya.

Setiap kilometer yang mereka lalui menjadi saksi keteguhan hati untuk bertahan. Di tengah keterbatasan, mereka mengandalkan belas kasih orang-orang yang ditemui sepanjang jalan.

Teguh mengakui, bagian tersulit dari perjalanan ini adalah Jalur Selatan.

“Yang paling berat itu di Jalur Selatan. Banyak tikungan tajam dan kendaraan besar. Tapi ya, mau bagaimana lagi, kami harus terus jalan,” pungkasnya.

Bagi Teguh, setiap langkah bukan sekadar perjalanan menuju kota tujuan. Ini adalah perjalanan menuju harapan — tentang hidup yang lebih baik, pekerjaan yang lebih pasti, dan masa depan yang lebih cerah untuk anaknya.